Friday, December 09, 2005

Aceh Setahun Lalu

Voluntary Works –a year ago

# Dah di Medan. Mungkin besok g dah ke Aceh?! Lagi liat Metro tv tentang rumah ceria. Great concept for crying children in Aceh..
Enak bener jadi accidental tourist! Pagi ni g jalan sendirian, ternyata Hotel Sri Deli tempat g nginep deket banget dengan Masjid Raya Al-Mashud (30 m) dan Istana Maimun (130 m)! Dua-duanya spektakuler, sayang ga dirawat dengan baik. Di Maimun g dihampiri nenek kerabat istana yang lalu bercerita tentang umur dan sejarah Istana Maimun dan bagaimana Raja Deli jaman dulu dan kayanya bete dengan Raja Karo Sembiring. Nenek manis dengan busana muslim kurung melayu dan kudung rapi. Di masjid raya ada juga nenek-nenek pake kudung mukena dengan sebuah suitcase. Berjalan dengan disangga potongan papan sebagai tongkat, renta banget, langkahnya terlihat beraaat sekali. Satu-satu, tersendat-sendat. Airmukanya ramah (walau mungkin jiwanya terganggu?). Tuhan, di mesijd semegah itu ada insan lemah tanpa teman?! G bingung. Pengen nolong tapi gimana? Akhirnya g sapa: ‘Dah makan belum, Bu?’. Beliau jawab dengan lancar, ramah dan suaranya halus. Sudah, jawabnya. Akhrnya g kasih uang 20 ribu yang emang g bawa di kantong jaket, baru segitu kemampuan g.. Lemah ya?! Kata seorang abang yang lagi maen bola di halaman masjid (lho?!), nenek itu suka minta-minta tapi pada g, beliau ga minta apa-apa, malah memberi tatapan ramah old woman yang amat g suka..

# Dah 2 malam di Banda Aceh. Keadaan di sini jauh lebih memuaskan dari yang g bayangkan. Kita berenam dari Heifer sejak kemarin ikut distribusi bantuan ke pengungsi-pengungsi yang ditampung di rumah sanak saudara mereka. Kita sejak tiba di Banda Aceh tinggal di rumah yang difungsikan sebagai kantor LSM Konservasi 'PASE'. Temen kita disini banyak, rata-rata mapala dan juga senjapala (sendiri saja pencinta alam huehe..). PASE juga sambil bikin kelompok dampingan seperti keluarga dari Pulau Aceh (Paloh dll). Mereka berencana meneruskan program sampe tahap rehabilitasi (+/- 3 bln). Hari ni sore nanti g rencananya ke Lhok Nga. Pagi mungkin bantu-bantu di dapur sahaja.


# Hantarkan aku ke Baiturrahman
Biar takut dan sakit ini pergi
Biar berlabuh aku di halamannya
Tempat dulu indahnya Sholat Ied
Hantarkan aku ke Baiturrahman
Bungkus aku dengan doa
Ayah, ibu, kukirim cintaku..
Lewat percik air dalam gemuruh..


# Hari ni dari pagi di dapur sajah bersama Yovie, Rini dan Bunda, kerjain semua sampe beres, sampe bikin dinner kali aja ga sempet nanti, trus lewat tengah hari kita bermobil jalan mo ngasih minum ke tim evakuasi tapi ternyata dah pada selesai. Sempet ke posko MER-C di sebuah mesjid, nanya-nanya dikit ama orang-orang disana yang ngungsi mengenai keadaan mereka, di sana ada dapur umumnya, ada anak2 kecil pula –how cute. Jadi kita ubah tujuan ke Lhok Nga (lewat Teuku Umar, Cut Nya’ Dien dan Ajun), tapi sempet nyasar ke Lingke yang jalannya tergenang dan licin. Di jalan kita stop-stop di posko-posko maupun tempat pengungsian lain, nge-drop air dan biskuit. Malah pengendara kendaraan lain juga sering minta air. Dari Ajun lalu sampe di Lampaloh, deket-deket situ ada juga yang namanya Lamlong tapi mesti belok. Lalu kita terus aja sampe Lhok Nga yang ada area khusus tenda-tenda pengungsi yang cukup rapi (dari Yay. Leuser, Muslim U.K., dll). Dari sana pemandangan makin indah hingga kita sampe di pantai Lamdong.
Bagus banget. Pantai pasir putih, berpohon-pohon pinus, dilatari bukit-bukit yang berbaris rimbun, ada sungai yang indah menuju laut yang di atasnya ada jembatan batu sebagai jalan menuju Meulaboh dah putus kena tsunami. Pantai Lamdong itu tipe pantai untuk liat sunset. What a beauty. Mungkinkah nanti bisa kesana lagi? Pengennya..
Pulangnya kita ketemu tiga anak pengungsi yang sejak sebelum gempa dah yatim, adik bungsu mereka dah ilang kena tsunami begitu pula rumah mereka. G ajak bincang-bincang singkat aja sambill becanda-becanda, trus g foto. Duh, g merasa lemah banget untuk bantu mereka?! Untuk kasih bantuan dari posko g juga ga berani, padahal kan ga papa! Maaf ya.. G hanya 'turis bencana' yg hanya punya cinta -yang tak seberapa besar pula- untuk menolong mereka. Karena keasikan sama tiga anak itu, g sampe ketinggalan pick-up posko. Tinggal temen-temen yang duduk di bak belakang mobil yang sadar g masih belum naik teriak-teriak manggil g. Jadilah sore itu ada adegan seorang perempuan cantik (cuih!!!) mengejar-ngejar mobil lalu seorang pria mengulurkan tangannya, lalu sang gadis meraihnya (bwahahahaha!!! Bukan muhrim tuh Sitt!!) sehingga berhasil naik dan dengan lega diantara kardus-kardus bantuan. Lalu kita pulang, memandang sisa-sisa terang hari itu dari bak mobil, memandang langit dan reruntuhan dibawahnya. Sungguh sendu.

# Kemarin ke suatu daerah di sisi kota Banda Aceh, ga kena air pasang tsunami karena datarannya cukup tinggi. Padi-padi masih menguning disana dengan seolah tidak terjadi apa-apa, hanya saja gempa masih meninggalkan jejaknya disana. Kita ke rumah-rumah yang nampung pengungsi dari Pulau Aceh (Paloh, dsb.) yang pulaunya belah jadi tiga bagian, semula berpenduduk 7500 jiwa, kini tinggal 3200 jiwa, ada juga yang dari Meulaboh, dll. Pagi tadi ke daerah Syiah Kuala (yang kabarnya ada makam keramat disana), langsung ke Lampolo. Sorenya ke Lampase (tempat Cut Putri mensyut datangnya tsunami), rencananya mo ke Uleuleu tapi belum jadi. Dan hari ni dah liat dead bodies -may peace upon them.


# Malam ni ada ibu tua pengungsi dari Desa Suring, deket Uleuleu. Kampungnya di pesisir, ludes beserta sanak famili yang ada disana. Untung masih ada anak-anaknya di tempat lain walau belum bisa jaga beliau tapi at least beliau ga sebatang kara. Sekarang beliau ikut orang yang rumahnya deket posko kita. Mulanya, kita mamak itu, beliau dah kaya orang ngelantur. Baju lusuh ga karuan dan pikiran dah nerawang ga jelas. Untung ada anaknya nyari dan ketemu hingga semangat hidupnya timbul lagi. Kini beliau dah berani. Termasuk maen ke posko di PASE. Kalo malem beliau di musholla. Alhamdulillah. Ya Allah.. G tadi kasih masukan untuk memotivasi beliau, ah, it's always easier to talk only. Jangan pukuli dadamu, Bu. Pukul saja aku. Saat mereka jadi kejam dan kau terhempas. Jangan menangis lagi, ada aku. Yang duduk dekat, mengangguk dalam bias. Tersenyum lagi, Bu, cerita saja. Bahwa dulu ada istana dan huma-huma. Saat cucu-cucu membuatmu tertawa. Jangan menangis lagi, pukul aku saja..

# Sengaja ga bangun pagi biar ga disuruh masak, lagian bete liat piring kotor numplek. Ga lama nunggu, finally kita berangkat ke camp pengungsi Pulau Aceh di Kutabesar-Lamrabo-Beurango. Lumayan juga muter-muter. Di perjalanan g beli Harian Serambi Aceh yang hari itu hari pertamanya terbit kembali pasca bencana tsunami. Tempatnya agak di pinggir Banda Aceh dan ga kena tsunami. Di sana itu sebenarnya bangunan SD yang dipakai, ditambah tenda-tenda darurat. Ada hampir 600 orang dari Desa Lempuyang dan Lhoh. Pertama ketemu ibu tua ma cucunya yang comel kaya si Inar anak temen kantor g hehehe, mukanya juga mirip. Mereka kebanyakan ga bisa bahasa Indonesia, untung ada seorang bapak yang ngiringi PMI kirim bantuan kesitu yang bisa jadi translator. Ngbrol lama juga dan g lebih konsen emang dengan pengungsi. Lalu hujan dan g diajak ke tenda mereka. Ga ada translator lagi. Ngobrol lagi dengan bahasa acak kadul hehe, maklum, sama-sama ga bisa pake bahasa masing-masing. Mungkin kita saling nangkep dari kata-kata yang mirip dengan kata-kata yang kita kenal dan juga dari mimic muka serta bahasa tubuh lainnya. Lalu seperti biasa foto-foto (hiburan juga lho bagi mereka kalo difoto J ), ngasih benda-benda seadanya yang ada di tas g, becanda ma si Ninde 'Inar' itu dan kakak serta adek sepupunya. G sih lumayan bisa ngobrol dengan mereka (anak kecil dan remaja lebih tau dengan bahasa Indonesia) dan bisa bikin mereka ketawa. Trus g jumpa seorang bapak gitu yang dah cuma berdua dengan anaknya yang masih kanak-kanak aja. Lompat lagi ke sisi lain posko. Jumpa nenek-nenek yang agak sakit yang mugkin karena usianya dah tua. Bawaannya sedih, ceritalah beliau sama g sambil berurai airmata walaupun tau g 98% ga ngerti apa yg dibicarakannya. Namun adanya seseorang yang mau mendengarkan ungkapan hatinya saja sudah cukup baginya. Di sampingnya ada Fatimah yang cantik kaya Vira Yuniar yang keliatan tegas!. Aceh type. Kagum g, semua wanita yang ngobrol ma g pada minta telekung/mukena. Ada juga disana kakak beradik, Khadijah (Icha) dan Neneng yang cepet akrab sama g dan Yovie dan mereka pinter cerita. Mereka masih punya nilai-nilai yang cukup dalam seperti sholat, cara berpakaian dan sikap yang tak suka meminta. Distribusi bantuan di sana biasanya dimandatkan ke kepala gudang ke ketua desa masing-masing. Jadi tidak langsung ke individu. Yang tua dan yang lemah sering ga kebagian barang-barang bantuan. Apalagi database pengungsi belum mantap, dan mereka sering pindah-pindah dari posko satu ke yang lain baik karena diatur dari ‘atas’ maupun karena kehendak sendiri seperti karena mau mencari anggota keluarga yang terpisah. Untung ada dapur umum dan makan masih bisa kenyang walau ga bergizi. Pulau Aceh dulunya indah, g liat dari foto-foto yg sempet mereka bawa. Banyak yang hilang keluarga dan teman, apalagi harta. Alhamdulillah kayanya mereka ikhlas, lagi-lagi g kasih kata-kata mutiara untuk menghibur dan memotivasi mereka untuk tabah dan ikhlas. Again, talking is easy. Anak-anak aja dengan senyum indah hari itu dengan gembira pergi sholat Jum’at, dengan baju rapih dan layak pakai (semoga berkah-Nya untuk mereka yang menyumbangkan baju-baju itu). Serempak dengan kita juga ada rombongan dokter dari Malaysia dan buka ‘puskesmas dadakan’. Setiap anak yang mau berobat (karena anak-anak suka takut diperiksa dokter) dikasih balon yang dibentuk macem-macem. Ada juga yang bikin show bebas sendiri , seperti (rombongan dokter itu kayanya) bikin pertunjukan sulap, lucu ngeliatnya, para pengungsi mulai dari orang dewasa sampe anak-anak mengelilinginya, nonton dengan serius, bertepuk tangan, berdecak kagum (saat tali dipotong tapi ga putus hehehe..). Apa saja bisa kita kerjakan, tak mesti memberi materi, setidaknya bisa membuat hati mereka hangat –walau cuma sesaat. Kita dijemput sore, langsung berencana ke Uleuleu lewat Jl. Iskandar Muda dan Punge (?). Ancur. Area padat itu dah jadi tanah lapang berpuing. Lagi-lagi masjid masih berdiri sunyi di antara reruntuhan. Aceh, negeri seribu mesjid…, yg dijagaNYA. Pantai Uleuleu tetap indah. Dari sana gelombang tsunami bermeter-meter tingginya datang. Tetap indah walau ada aroma duka dan kehancuran di sekitarnya. Ada masjid besar tetap di sana. Pulau Aceh terlihat hijau menantang samudra dan yang lebih jauh tampak Pulau We yang aman di sisi lain. Banyak ombak bersuara indah namun masih banyak yang terluka mendengarnya. Malam ni evaluasi. Feeling dan intuisi g, anak-anak PASE masih punya niat yang tulus..

# Pengungsi Pulau Aceh. Mereka waktu itu ngungsi ke bukit, di huma-huma di kebun, makannya cuma kelapa rebus –kaya ayam saja makan kelapa, kata mereka. Anak-anak dikasih kelapa muda. Mereka di bukit selama tiga malam.

# Hendak kemana pergi berlindung?
Bila tsunami datang kembali..
Ketika bukit-bukit itu runtuh..
Dan jiwa raga memang bukan milik diri..


@ Sitta –mengenang satu tahun bencana tsunami Aceh – Desember 2005 @

Thursday, May 26, 2005

Flora's Secret

Lovers in the long grass look above them
only they can see where the clouds are going
only to discover dust and sunlight
ever make the sky so blue
Afternoon is hazy
river flowing, all around the sounds
moving closer to them
telling them the story
told by flora..
dreams they never knew
Silver willows, tears from Persia
those who come from a far-off island
winter Chanterelle lies under cover
Glory-of-the-sun in blue
Some they know as passion
some as freedom
some they know as love
and the way it leaves them
summer snowflake for a season
when the sky above is blue
oh when the sky above is blue

Lying in the long grass close beside her
giving her the name of the one the moon loves
this will be the day she will remember
when she knew his heart was loving in the long grass
close beside her whispering of love
and the way it leaves them
lying in the long grass in the sunlight
they believe it's true love
and from all around them
flora's secret, telling them of love
and the way it breathes
and looking up from eyes of amaranthine
they can see the sky is blue
knowing that their love is true
dreams they never knew
and the sky above is blue

Monday, January 24, 2005

Sekedar Cerita Si Turis Bencana...

Kita berenam tiba di Aceh Senin malam tanggal 10 Januari 2005 langsung menuju posko Sahabat NAD yang bertempat di kantor LSM Pase yang bergerak di bidang konservasi dan juga berpengalaman mendampingi pengungsi daerah konflik Aceh. Di sana kita dalam koordinasi LSM Pase. Kegiatan sehari-hari adalah assessment/mengumpulkan data pengungsi, dropping bantuan dsb., termasuk evakuasi walau saat di sana kita ga pernah di ajak L, mungkin karena kondisinya dah lebih tidak memungkinkan lagi. Kita yang perempuan biasanya ke dapur bantuin masak kalau sedang tidak ada acara keluar.

Tujuan pendistribusi bantuan ada beberapa macam, yaitu untuk pengungsi yang berada di posko-posko atau camp-camp (koloni besar, bisa sampai 600 orang) dan pengungsi yang menumpang di rumah kerabat atau rumah penduduk lain yang selamat. Dua jenis ini sebelum dropping bantuan, posko Sahabat NAD sebelumnya telah mendata assessment hingga didapat informasi jenis dan kuantitas bantuan apa yang diperlukan di lokasi tersebut. Berikutnya ada juga pemberian bantuan untuk pengungsi yang datang ke posko Sahabat NAD yang biasanya akan diberi bantuan dalam bentuk paket sembako dan juga sandang (pakaian dalam, mukena, dsb.) serta barang lain yang dibutuhkan. Lalu untuk pengungsi, warga setempat yang membutuhkan, serta relawan yang ditemui dijalan yang membutuhkan; biasanya sore hari kita keliling-keliling membawa air mineral dan biskuit untuk siapa yang kita rasa membutuhkan yang kita temui di jalan.

Kesulitan yang dihadapi adalah masih terbatasnya sarana transportasi, pengungsi yang berpindah-pindah tempat, kurangnya koordinasi, bertumpuknya barang, hingga kondisi keamanan di Aceh itu sendiri (ada semacam jam malam utk antisipasi serangan GAM) sehingga waktu gerak kita terbatas.

Posko Sahabat NAD berencana akan tetap disana hingga tahap rehabilitasi (+/- 3 bulan kedepan), posko-posko lain juga ada yang malah akan berprogram disana untuk beberapa tahun ke depan. Yang paling diharapkan pengungsi saat ini adalah relokasi karena camp pengungsi bukan tempat yang layak untuk hidup, setelah itu mereka juga berharap dapat segera mencari nafkah lagi serta menyekolahkan anak-anak mereka…

Segitu dulu, makasih dah ngasih kita kesempatan buat jadi relawan… Masih mau deh ke Aceh ;)

Best wishes,